Dinkes OKI Klarifikasi Kesalahpahaman Jumlah Penderita HIV/AIDS
“Pada tahun 2024, Dinkes OKI menargetkan 12.110 orang untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan terkait HIV/AIDS,” jelas Kepala Dinas Kesehatan OKI melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Uli Arta, Jumat (17/1/2024).
Uli menjelaskan bahwa skrining HIV/AIDS tersebut menyasar kelompok tertentu, seperti ibu hamil, pekerja di tempat hiburan malam (THM), serta masyarakat umum yang menjalani pemeriksaan di puskesmas dan rumah sakit.
“Ibu hamil diwajibkan menjalani pemeriksaan HIV/AIDS. Pekerja THM dan masyarakat yang mengalami keluhan gangguan saluran kencing juga langsung diarahkan untuk melakukan rapid test,” kata Uli.
Menurutnya, skrining ini merupakan langkah preventif untuk mendeteksi dini penderita HIV/AIDS dan memberikan pengobatan guna menghentikan penularan.
“Layanan pemeriksaan tersedia di seluruh puskesmas. Jika terdeteksi, penderita akan dirujuk ke rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut,” tambahnya.
Amrina Rosyada, penggiat HIV/AIDS dan Ketua LSM Sahabat Pelangi, menilai pentingnya peningkatan pemahaman masyarakat dan media terkait isu ini.
“Pengidap HIV/AIDS di OKI kurang dari 50 jiwa. Angka ini tidak bisa diakumulasi dalam setahun karena jumlahnya dapat bertambah atau berkurang. Jika mencapai belasan ribu, itu sudah termasuk kategori kejadian luar biasa (KLB),” jelas Amrina, yang juga anggota DPRD Ogan Ilir.
Amrina mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif terhadap pasien HIV/AIDS. Menurutnya, stigma menjadi penghambat utama dalam upaya pencegahan dan pengobatan.
“HIV/AIDS adalah masalah kesehatan yang bisa ditangani jika pasien mendapatkan akses pengobatan dan dukungan yang tepat,” tegas Amrina.
Ia menambahkan, stigma sering membuat pasien enggan memeriksakan diri atau menjalani pengobatan. Oleh karena itu, edukasi yang menyentuh semua lapisan masyarakat, termasuk dukungan media, sangat penting untuk menekan angka penularan.
“Fokus kita seharusnya pada edukasi, bukan penghakiman. Dengan pendekatan inklusif, stigma dapat dihilangkan, sehingga upaya pencegahan dan pengobatan lebih efektif,” tutup Amrina.
Tidak ada komentar
Posting Komentar