Semarak 'Midang Bebuke' Tradisi Unik Masyarakat Kayuagung di Hari Raya
Sesepuh dan tokoh masyarakat Kayuagung, Saiful Ardan mengatakan, awal mulanya Midang Bebuke terjadi sekitar abat ke-17. Konon, midang dijadikan sebagai syarat pernikahan.
Ketika itu tutur Ardan ada perseteruan antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Pihak mempelai laki-laki berasal dari keluarga yang miskin sementara pihak perempuan berasal dari keluarga yang terpandang.
Lalu pihak perempuan meminta sejumlah syarat kepada keluarga laki-laki berupa arak-arakan kereta hias menyerupai naga lengkap dengan gegawaannya. Singkat cerita persyaratan tersebut dipenuhi.
“Jadi, sejak peristiwa itulah, masyarakat Kota Kayuagung menyelenggarakan acara Midang Bebuke Morge Siwe,” ungkapnya.
Dijelaskanya juga, midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung, sedangkan bebuke artinya lebaran.
“Kala itu midang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di Morge Siwe (Sembilan Marga -red) yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki atau masuk dalam adat istiadat perkawinan, dan seiring dengan berjalannya waktu midang ini terus mengalami perkembangan sehingga menjadi sebuah agenda pariwisata di OKI,” pungkas dia
Kini midang telah menjadi agenda tahunan di Kota Kayuagung terutama pada perayaan Idul Fitri (bebuke). Bahkan midang telah ditetapkan sebagai kekayaan khasanah budaya masyarakat Kayuagung melalui sertifikat Warisan Budaya tak Benda (WBTB) oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
Pada pagelaran midang tahun ini Pj. Bupati OKI, Asmar Wijaya mengapresiasi dukungan masyarakat sehingga tradisi midang tetap lestari hingga kini.
"Tentu tradisi ini tetap terjaga berkat dukungan masyarakat. Antusiasme dan kesadaran masyarakat yang tinggi untuk menjaga warisan leluhur,” terang dia.
Kenalkan Adat Budaya kepada Gen Z
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten OKI Ahmadin Ilyas mengatakan rangkaian Midang tahun ini dirangkai dengan perlombaan cang-incang.
Cang-incang merupakan salah satu jenis sastra lisan yang melekat dengan tradisi masyarakat Kayu Agung. Cang-incang biasanya ditampilkan dalam upacara perkawinan . Hingga kini tradisi ini masih kelihatan fungsinya baik di dalam kalangan masyarakat yang tinggal di dalam kota Kayu Agung maupun yang tinggal di kota lainnya.
"Harapan kami dengan adanya perlombaan Cang Incang, maka akan ada generasi penerus yang akan terus melestarikan tradisi turun-temurun asli Kayuagung," Ujar Ahmadin.
Madin menyebut rute kegiatan midang sendiri akan dilaksanakan disepanjang aliran sungai Komering.
Di hari pertama, midang bebuke diikuti oleh 6 Kelurahan dalam Kecamatan Kota Kayuagung antara lain, Kelurahan Kedaton, Perigi, Kayuagung Asli, Cinta Raja, Sida Kersa dan Tanjung Rancing. Sementara di hari ke 4 Idul Fitri akan diikuti kelurahan Kuta Raya, Sukadana, Paku, Mangun Jaya dan Jua-Jua.
"Rute perjalanan dimulai dari Kelurahan Kayuagung Asli menuju ke Kedaton. Lalu menyebrang pakai perahu ketek menuju ke Jua-jua dan berkumpulnya di pendopoan rumah dinas Bupati OKI, dirangkai dengan perlombaan cang-incang. Setelah itu barulah para peserta, dapat kembali ke kelurahan masing-masing," tutur Ahmadin.
Tidak ada komentar
Posting Komentar