Primata Rilis Single dari EP
Kayuagung - Pasca merilis single perdana bertajuk "Kupu-kupu" pada September 2014, band rock instrumental berbasis di Jakarta, Primata, ditinggalkan satu per satu personel aslinya. Tidak ada konflik di antara masing-masing yang melatari ini, hanya pergeseran prioritas mereka yang akhirnya membuat satu per satu personel memilih hengkang.
Dari empat personel asli Primata—Andry Novaliano (gitar), Agung Rahmadsyah (bass), Rama Wirawan (gitar), dan Rossi Rahardian (drum)—hanya tersisa Rama seorang. "Saya merasa sudah kepalang tanggung. Band ini sudah melahirkan beberapa komposisi. Jadi saya mencari pemain-pemain pengganti," jelas Rama.
Dari empat personel asli Primata—Andry Novaliano (gitar), Agung Rahmadsyah (bass), Rama Wirawan (gitar), dan Rossi Rahardian (drum)—hanya tersisa Rama seorang. "Saya merasa sudah kepalang tanggung. Band ini sudah melahirkan beberapa komposisi. Jadi saya mencari pemain-pemain pengganti," jelas Rama.
Pada 17 April 2015, Primata berformat trio pun terbentuk. Bersama Adhitomo Kusumo (bass) dan Sofyan Refliyandi (drum), Rama melanjutkan pekerjaan yang belum sempat dirampungkan kuartet sebelumnya.
Namun, menggarap komposisi yang terlahir dalam bentuk kuartet bukan hal mudah untuk dilakukan bertiga. Primata membutuhkan waktu dan tenaga ekstra untuk melakukan sejumlah penyesuaian, seperti mengaransemen ulang lagu-lagu, hingga membuang beberapa bagian dari lagu-lagu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara trio atau dianggap sudah tidak relevan lagi.
Salah satu perombakan paling signifikan ialah yang dilakukan oleh Adhitomo Kusumo (Dodid) pada departemen bass. "Saat formasi berubah menjadi trio, saya banyak membuat bassline menjadi lebih padat, dan juga mengeksplorasi sound untuk mengisi kekosongan pada saat gitar memainkan lead. Agar lagu-lagu kami dapat dipertanggungjawabkan pada saat live," terang Dodid yang juga merupakan bassis band Raksasa.
Masuknya Sofyan Refliyandi (Revly) juga menjadi faktor penentu berubahnya aransemen lagu-lagu Primata. "Gaya permainan Revly dan Rossi sangat berbeda," ujar Rama.
"Revly yang notabene berasal dari drummer band post-rock Kelab Baca Trio Angkasa (KBTA), membentuk suara band ini terdengar lebih sederhana namun kuat dibandingkan ketika bersama Rossi yang progresif dan berseluk-beluk," lanjutnya.
Menariknya, pada saat bersamaan, musik Primata juga mendeterminasi Revly untuk bermain dengan gaya baru. "Karakter musik Primata hampir sama dengan KBTA," tutur Revly.
"Hanya saja, di band ini saya harus beradaptasi dengan karakter musik baru yang lebih progresif, memaksa saya mengeksplorasi lebih jauh dengan ketukan-ketukan yang belum pernah saya coba sebelumnya," sambungnya.
Enam bulan kemudian, tepatnya Oktober 2015, trio ini merasa siap untuk merekam materi yang sudah ada. Proses rekaman dilakukan di dua tempat: Red Studio di Bandung, Jawa Barat, dan ALS Studio di Rempoa, Tangerang Selatan, Banten.
Hingga akhirnya rampung sebuah EP berisi enam track bertajuk Avani yang akan segera diluncurkan ke pasaran tahun 2016 ini. Sebagai single perdana, Primata memilih lagu "Pada."
"'Pada' sebenarnya merupakan sebuah fragmen dari salah satu track dalam Avani. Nuansanya sudah sangat jauh berbeda, lebih gelap dan berat, jika dibandingkan dengan single 'Kupu-kupu' dulu," Rama mendeskripsikan.
Untuk artwork "Pada," Primata berkolaborasi dengan ilustrator muda berbakat asal Bandung, Dannus Darmawan, yang merupakan ilustrator dari Maternal Disaster. Teknik berkarya Dannus yang dikenal dengan digital painting, landscape image, dan memiliki unsur warna dingin lah yang membuat Primata tertarik mengajaknya berkolaborasi untuk single ini.
Inspirasinya sendiri datang ketika Dannus pertama kali mendengar kata 'Primata.' "Ketika pertama kali mendengar kata 'Primata' yang terbayang adalah sebuah hutan yang merupakan habitat dari primata sejak jaman manusia purba sampai saat ini. Dan hutan merupakan bagian dari gunung, yang berkaitan dengan single 'Pada' yang mengacu pada kaki gunung," jelas Dannus.
Namun, menggarap komposisi yang terlahir dalam bentuk kuartet bukan hal mudah untuk dilakukan bertiga. Primata membutuhkan waktu dan tenaga ekstra untuk melakukan sejumlah penyesuaian, seperti mengaransemen ulang lagu-lagu, hingga membuang beberapa bagian dari lagu-lagu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara trio atau dianggap sudah tidak relevan lagi.
Salah satu perombakan paling signifikan ialah yang dilakukan oleh Adhitomo Kusumo (Dodid) pada departemen bass. "Saat formasi berubah menjadi trio, saya banyak membuat bassline menjadi lebih padat, dan juga mengeksplorasi sound untuk mengisi kekosongan pada saat gitar memainkan lead. Agar lagu-lagu kami dapat dipertanggungjawabkan pada saat live," terang Dodid yang juga merupakan bassis band Raksasa.
Masuknya Sofyan Refliyandi (Revly) juga menjadi faktor penentu berubahnya aransemen lagu-lagu Primata. "Gaya permainan Revly dan Rossi sangat berbeda," ujar Rama.
"Revly yang notabene berasal dari drummer band post-rock Kelab Baca Trio Angkasa (KBTA), membentuk suara band ini terdengar lebih sederhana namun kuat dibandingkan ketika bersama Rossi yang progresif dan berseluk-beluk," lanjutnya.
Menariknya, pada saat bersamaan, musik Primata juga mendeterminasi Revly untuk bermain dengan gaya baru. "Karakter musik Primata hampir sama dengan KBTA," tutur Revly.
"Hanya saja, di band ini saya harus beradaptasi dengan karakter musik baru yang lebih progresif, memaksa saya mengeksplorasi lebih jauh dengan ketukan-ketukan yang belum pernah saya coba sebelumnya," sambungnya.
Enam bulan kemudian, tepatnya Oktober 2015, trio ini merasa siap untuk merekam materi yang sudah ada. Proses rekaman dilakukan di dua tempat: Red Studio di Bandung, Jawa Barat, dan ALS Studio di Rempoa, Tangerang Selatan, Banten.
Hingga akhirnya rampung sebuah EP berisi enam track bertajuk Avani yang akan segera diluncurkan ke pasaran tahun 2016 ini. Sebagai single perdana, Primata memilih lagu "Pada."
"'Pada' sebenarnya merupakan sebuah fragmen dari salah satu track dalam Avani. Nuansanya sudah sangat jauh berbeda, lebih gelap dan berat, jika dibandingkan dengan single 'Kupu-kupu' dulu," Rama mendeskripsikan.
Untuk artwork "Pada," Primata berkolaborasi dengan ilustrator muda berbakat asal Bandung, Dannus Darmawan, yang merupakan ilustrator dari Maternal Disaster. Teknik berkarya Dannus yang dikenal dengan digital painting, landscape image, dan memiliki unsur warna dingin lah yang membuat Primata tertarik mengajaknya berkolaborasi untuk single ini.
Inspirasinya sendiri datang ketika Dannus pertama kali mendengar kata 'Primata.' "Ketika pertama kali mendengar kata 'Primata' yang terbayang adalah sebuah hutan yang merupakan habitat dari primata sejak jaman manusia purba sampai saat ini. Dan hutan merupakan bagian dari gunung, yang berkaitan dengan single 'Pada' yang mengacu pada kaki gunung," jelas Dannus.