Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP)
Kayuagung - Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dibentuknya ULP mengingat masih banyak masyarakat umum, kontraktor dan unsur pelaksana kegiatan yang minim akan pemahaman mekanisme proses pengadaan barang dan jasa sehingga difasilitasi oleh ULP Kabupaten dalam proses pelaksanaan barang dan jasa, Selasa (29/12).
“ULP ini dikonsentrasikan pada satu unit pelayanan sehingga memberikan keefektifan dalam pelaksanaan pengadaan serta pertanggungjawabannya sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,” kata Kepala Bagian ULP Noveriansyah SIP MM.
Masih kata Noveriansyah, ULP sebagai fasilitator pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tufoksi) mulai pada proses pengadaan barang dan jasa, menilai, koordinasi dan menentukan pemenang dan mengajukan kepada SKPD.
“Dalam menilai rekanan dan pengadaan barang dan jasa kita selalu berkoordinasi dengan SKPD Pemerintah dan dalam langkah penentuan pemenang pun kita juga selalu berkomunikasi dan yang menentukan layak atau tidak itu hak mutlak dari SKPD tersebut yang memutuskan bukan ULP,” tutur Noveriansyah.
Dikatakannya, jika masyarakat menilai bahwa ULP menerima persen serta mengintimidasi maka tempat mereka bertanya yang tepat adalah dikantor ULP, maka setiap pertanyaan kita buka pintu lebar untuk menjawabnya. “Disinilah kita katakan bahwa masyarakat umum, kontraktor/rekanan serta unsur pelaksana kegiatan di setiap SKPD belum memahami betul tahap proses pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ujar Noveriansyah.
Untuk wewenang pengambilan keputusan pemenang paket lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah unsur pelaksana kegiatan disetiap SKPD terkait, karena syarat sebagai unsur pelaksana kegiatan memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa, memahami tufoksinya dan bertanggung jawab dalam bidang dikerjakan dalam pengadaan barang dan jasa baik menilai dan memutuskan serta harus dapat menyebarkan informasi tentang rekanan yang dianggap blacklist kepada ULP, dan kita berharap kedepannya masyarakat OKI akan lebih memahami mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Selain ULP, ada juga Layanan Pengadaan Secara Elektonik (LPSE) telah berkomitmen untuk tetap mengedepankan pengadaan barang/jasa yang mengutamakan perumusan nilai-nilai strategis, termasuk strategi diseminasi untuk membangkitkan, memotivasi dan menyadarkan seluruh pemangku kepentingan baik masyarakat maupun pemerintah.
Mengenai adanya isu yang berkembang mengenai pemotongan, itu tidak benar. Apalagi pemberian persen setiap paket lelang atau memilih langsung rekanan pemenang tander tanpa tahapan lelang atau secara intimidasi yang dilakukan pihak ULP sebagai fasilator dalam proses lelang pengadaan barang dan jasa itu, jelas tidak benar dan tidak pernah terjadi.
“Rekanan tersebut layak atau tidak alias nilai baik dalam hal administrasi serta black list selama yang ditentukan oleh sistem,” ujarnya.
Dengan adanya nilai negatif tersebut ULP memberikan beberapa penjabaran tentang tahapan proses lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan oleh pemegang anggaran yaitu, oleh setiap SKPD pemerintah itu sendiri dan yang mendasar pada Tugas Pokok dan Fungsinya (Tufoksi) ULP sebagai fasilitator dan berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. (dob)
Dibentuknya ULP mengingat masih banyak masyarakat umum, kontraktor dan unsur pelaksana kegiatan yang minim akan pemahaman mekanisme proses pengadaan barang dan jasa sehingga difasilitasi oleh ULP Kabupaten dalam proses pelaksanaan barang dan jasa, Selasa (29/12).
“ULP ini dikonsentrasikan pada satu unit pelayanan sehingga memberikan keefektifan dalam pelaksanaan pengadaan serta pertanggungjawabannya sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,” kata Kepala Bagian ULP Noveriansyah SIP MM.
Masih kata Noveriansyah, ULP sebagai fasilitator pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tufoksi) mulai pada proses pengadaan barang dan jasa, menilai, koordinasi dan menentukan pemenang dan mengajukan kepada SKPD.
“Dalam menilai rekanan dan pengadaan barang dan jasa kita selalu berkoordinasi dengan SKPD Pemerintah dan dalam langkah penentuan pemenang pun kita juga selalu berkomunikasi dan yang menentukan layak atau tidak itu hak mutlak dari SKPD tersebut yang memutuskan bukan ULP,” tutur Noveriansyah.
Dikatakannya, jika masyarakat menilai bahwa ULP menerima persen serta mengintimidasi maka tempat mereka bertanya yang tepat adalah dikantor ULP, maka setiap pertanyaan kita buka pintu lebar untuk menjawabnya. “Disinilah kita katakan bahwa masyarakat umum, kontraktor/rekanan serta unsur pelaksana kegiatan di setiap SKPD belum memahami betul tahap proses pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ujar Noveriansyah.
Untuk wewenang pengambilan keputusan pemenang paket lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah unsur pelaksana kegiatan disetiap SKPD terkait, karena syarat sebagai unsur pelaksana kegiatan memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa, memahami tufoksinya dan bertanggung jawab dalam bidang dikerjakan dalam pengadaan barang dan jasa baik menilai dan memutuskan serta harus dapat menyebarkan informasi tentang rekanan yang dianggap blacklist kepada ULP, dan kita berharap kedepannya masyarakat OKI akan lebih memahami mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Selain ULP, ada juga Layanan Pengadaan Secara Elektonik (LPSE) telah berkomitmen untuk tetap mengedepankan pengadaan barang/jasa yang mengutamakan perumusan nilai-nilai strategis, termasuk strategi diseminasi untuk membangkitkan, memotivasi dan menyadarkan seluruh pemangku kepentingan baik masyarakat maupun pemerintah.
Mengenai adanya isu yang berkembang mengenai pemotongan, itu tidak benar. Apalagi pemberian persen setiap paket lelang atau memilih langsung rekanan pemenang tander tanpa tahapan lelang atau secara intimidasi yang dilakukan pihak ULP sebagai fasilator dalam proses lelang pengadaan barang dan jasa itu, jelas tidak benar dan tidak pernah terjadi.
“Rekanan tersebut layak atau tidak alias nilai baik dalam hal administrasi serta black list selama yang ditentukan oleh sistem,” ujarnya.
Dengan adanya nilai negatif tersebut ULP memberikan beberapa penjabaran tentang tahapan proses lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan oleh pemegang anggaran yaitu, oleh setiap SKPD pemerintah itu sendiri dan yang mendasar pada Tugas Pokok dan Fungsinya (Tufoksi) ULP sebagai fasilitator dan berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. (dob)